Tuturan Id – Sebuah surat yang ditulis oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjadi perhatian publik lantaran Surat tersebut mengangkat isu larangan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melunasi utang BUMN Karya kepada perbankan.
Hal tersebut kini menjadi sorotan karena melibatkan jumlah proyek yang hampir mencapai Rp 118 triliun, termasuk di dalamnya proyek strategis nasional.
Dalam surat tersebut, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dengan tegas meminta Menteri BUMN Erick Thohir agar BUMN Karya tidak menggunakan dana proyek yang bersumber dari APBN untuk membayar utangnya ke perbankan, mengingat proyek-proyek yang dikerjakan oleh BUMN Karya kerap memanfaatkan dana APBN dengan kontrak multiyears.
Artinya, dana APBN terikat dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran untuk proyek-proyek yang dianggap strategis.
“Pak Menteri sudah menyurati Menteri BUMN, menyampaikan ada proyek-proyek strategis nasional atau proyek-proyek prioritas, jumlahnya hampir Rp 118 triliun, itu yang bersumber dari APBN, termasuk IKN, itu yang hanya di BUMN Karya ya,” ungkap Endra S Atmawidjaja, Juru Bicara Kementerian PUPR.
Meskipun terkesan kontroversial, Menteri PUPR menjelaskan bahwa upaya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan proyek-proyek strategis yang telah direncanakan oleh pemerintah.
Ia menegaskan bahwa dana yang sudah dibayarkan dari APBN untuk proyek-proyek ini tidak boleh digunakan untuk membayar utang perbankan. Namun, masalah restrukturisasi utang BUMN juga harus dihadapi, tetapi tidak boleh mengganggu jalannya proyek-proyek tersebut.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata memberi tanggapan. Ia menjelaskan bahwa BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga pembayaran utangnya tidak bisa langsung menggunakan dana APBN.
Namun, Isa juga menyebut bahwa pemerintah bisa memiliki utang kepada BUMN melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN). Proses ini harus melibatkan persetujuan dari para anggota dewan di DPR.****