Tuturan id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, merespon pernyataan dari calon presiden (Capres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo yang mendorong atau interpelasi DPR digunakan untuk mengusut dugaan kecurangan pada pilpres .

Dengan begitu, Jimly menilai usul Ganjar Pranowo, soal dugaan kecurangan Pilpres waktunya tak cukup untuk direalisasikan.

Oleh karena hal itu, Jimly menyebutkan bila usulan itu hanya sekadar gertak politik.

itu kan hak, interpelasi hak angket, penyelidikan, ya waktu kita 8 bulan ini sudah nggak sempat lagi ini cuma gertak-gertak politik saja,” kata Jimly usai rapat pimpinan Dewan Pertimbangan MUI di gedung MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/).

Selanjutnya ia menilai tuduhan kecurangan selalu terjadi di setiap pemilu sejak tahun 2004. Tak hanya satu pasangan calon saja yang menurut Jimly dirugikan.

“Tapi saya berharap mudah-mudahan ya gini, setiap pemilu sejak 2004 selalu riuh, selalu seru. Nah selalu ada tuduhan kecurangan. Tapi kecurangan itu ada di mana-mana menguntungkan semua paslon. Ada di sana itu menguntungkan paslon 01, ada di sana itu menguntungkan paslon 02, tapi di sebelah sana ada lagi 03,” ujarnya.

“Jadi itu tidak bisa dituduh terstruktur langsung dari atas ada perintah nggak. Ini kreativitas lokal sektoral ya buktinya banyak yang masing-masing merugikan tiga-tiganya, nah jadi selalu dalam sejarah pemilu kita ada nih yang kayak kayak gini,” tambahnya.

Selain itu, ia berpandangan untuk mencegah dugaan kecurangan pemilu, ada 3 lembaga khusus yang mengurusi pemilu tersebut. Proses tersebut bagi Jimly hanya terjadi di Indonesia.

“Nah itulah sebabnya kita bikin Bawaslu, itulah sebabnya kita bikin saksi dan prosesnya itu ada mekanismenya. Bahkan kalau tidak selesai di Bawaslu ada di DKPP, di seluruh dunia tidak ada,” ujarnya.

“Ada KPU, Bawaslu, DKPP, 3 lembaga khusus ngurusin pemilu nggak ada di seluruh dunia, hanya Indonesia,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, bila Ganjar Pranowo mengatakan hak angket menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu.

Dalam keterangannya, Senin (19/2/2024) menurut Ganjar, hak angket, yang merupakan hak penyelidikan DPR, menjadi salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu terkait dengan penyelenggaraan Pilpres 2024. Pelaksanaan pilpres diduga sarat dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar.***