– Pasca pengumuman hasil rekapitulasi nasional yang disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (20/3) terkait hasil , pihak 01 dan 03 tidak menerima hasil tersebut.

Karena hasil pemilihan presiden 2024 yang menunjukkan jika pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenangnya.

Sehingga, Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) resmi mendaftarkan gugatan sengketa hasil pilpres tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menariknya, dalam gugatan tersebut, pihak 01 meminta agar diulang tanpa kehadiran cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka.

Menanggapi hal itu, komunikolog politik dan hukum nasional Tamil Selvan, menyebutkan gugatan dugaan kecurangan ke MK baik dari kubu paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun kubu paslon 03 Pranowo-Mahfud MD hanya sekedar dagelan atau lelucon politik.

Karena menurutnya, gugatan itu pesimis untuk dikabulkan MK khususnya dari kubu Anies-Muhaimin yang meminta dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa melibatkan Gibran Rakabuming Raka sebagai wapres terpilih dari Prabowo Subianto.

“Pernyataan Tim Hukum Anies yang meminta agar pemilu dilakukan ulang tanpa cawapres dari paslon 02, saya kira mereka tidak paham UU Pemilu, dan statement saya, Tim Hukum Anies-Muhaimin ini sedang stand up comedy di ruang publik,” Tamil Selvan kepada wartawan, Jumat malam (22/3).

Selanjutnya, Tamil menambahkan bila yang dipermasalahkan sejak awal oleh pihak 01 dan 03 terhadap lolosnya Gibran sebagai cawapres, seharusnya sejak awal mereka melakukan walk out atau keluar sebagai peserta pemilu sebagai bentuk protes sehingga tahapan dibatalkan karena dinilai ada .

“Kalau memang mereka merasa diterimanya pendaftaran Gibran sebagai cawapres itu tidak sah, seharusnya mereka melakukan walk out pada saat itu, sehingga tahapan pemilu bisa berhenti. Lalu dilakukan Angket oleh DPR pada saat itu. Bukan sekarang, ketika pemilunya sudah usai, dan mereka kalah lalu teriak-teriak bahwa tahapannya bermasalah. Pertanyaannya tahapan bermasalah, kok malah ikut,” ucapnya.

Atas dasar itu, Tamil beranggapan bil pernyataan tim hukum 01 maupun 03 yang melontarkan dugaan kecurangan adalah bagian dari propaganda politik semata di ruang publik.

“Jadi saya menilai upaya paslon 01 dan 03 ini hanya membuat propaganda di ruang publik. Tapi kita lihat saja prosesnya di MK nanti, dan saya mengajak semua pihak untuk menghormati proses yang ada,” jelasnya.

Dijelaskan Tamil, hasil pengumuman pilpres yang disampaikan oleh KPU bahwa Prabowo-Gibran menang dalam pemilu dengan suara unggul di 36 merupakan bukti kehendak rakyat kepada mereka.

Bahkan, terdapat beberapa basis suara PDIP berbalik menjadi lumbung suara Prabowo-Gibran, artinya masyarakat menginginkan Prabowo dan Gibran menjadi presiden dan wakil presiden berikutnya.

“Saya kira itu adalah kehendak rakyat. Jadi artinya, suka atau tidak suka, memang rakyat menghendaki Prabowo, bukan atau Anies. Persoalan bahwa Ganjar dan Anies tidak setuju dengan kemenangan Prabowo, saya kira itu hak konstitusi mereka yang harus mereka buktikan dengan cara yang konstitusi pula, bukan dengan mengumbar isu di ruang publik yang mencerminkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi dan berpolitik,” ungkapnya.

Lebih jelas lagi Tamil, mengatakan jika fokus atau objek gugatan bukan pada selisih suara yang jaraknya sangat jauh dan sulit dibantah, ia juga meyakini kemungkinan besar gugatan itu akan gugur karena yang diributkan adalah terkait permasalahan di luar pencoblosan pemilu.

“Saya menyoroti pernyataan paslon Anies maupun Ganjar yang semuanya bicara kecurangan pada pra pencoblosan, artinya mereka sepakat bahwa proses pencoblosan di TPS tidak mengalami kecurangan. Kalau narasi yang dibawa saat ini, bahwa ada proses-proses sebelum pemilihan yang dianggap curang, saya kira itu narasi cengeng yang dikeluarkan oleh pihak yang kalah,” paparnya.

“Kalau memang sejak awal mereka mengetahui curang, mengapa mereka tidak walk out sehingga pemilu ini bisa ditunda, dan kecurigaan mereka bisa diperiksa? Ini setelah proses selesai, baru meributkan awal proses yang sama-sama mereka jalani. Jadi saya lihat ini hanya bentuk “kecengengan” politik,” pungkasnya.***