id – Polemik yang terjadi dalam Pemilu 2024 khususnya pada pemilihan Presiden (Pilpres) serta antek-antek yang menyebabkan karut marutnya proses demokrasi di saat ini di bongkar .

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto yang menanggapi penyebab suara hanya mencapai 16 persen di Pemilu 2024.

Hal itu mengacu pada data terakhir Sirekap KPU RI yang masih menampilkan diagram 2024 sebelum pada akhirnya dihentikan sementara.

Hasto mengatakan bahwa sebulan sebelumnya, hasil survei internal menunjukkan optimisme yang tinggi, dengan perkiraan suara PDIP antara 21 hingga 24 persen.

Namun pada kenyataannya di hasil quick count yang menunjukkan hanya 17 persen membuat mereka terkejut.

Tak hanya itu, hasil konversi kursi menunjukkan PDIP hanya mendapatkan sekitar 115 kursi di DPR RI, jauh dari target awal mereka sebesar 150 kursi.

“Setelah kemudian kami melakukan suatu telaah di lapangan, ini tidak lagi patut diduga, memang terjadi sesuatu kerusakan demokrasi yang diawali dengan abuse of power dari Presiden Jokowi,” ungkap Hasto dalam sebuah wawancara eksklusif yang disiarkan di Kanal Liputan6, dikutip .id, Minggu (17/3/2024).

Atas dasar tersebut, Hasto menegaskan bahwa intimidasi demi intimidasi kerap dialami oleh anggota partai, kepala daerah, dan struktur partai PDIP.

Sehingga pada saat yang bersamaan, sesal Hasto, digunakan pula instrumen negara dan sumber-sumber daya negara yang kemudian mengubah peta politik hingga akhirnya partai banteng moncong putih mendapatkan 16 persen.

“Bukan sekadar intimidasi, ini menjadi bagian dari itu. Tapi suatu operasi yang kami sebut dari hulu ke hilir,” tegasnya.

Selanjutnya, di sisi lain, Hasto juga turut menyoroti dampak dari politisasi bansos yang mencapai Rp496 triliun terhadap preferensi pemilih.

Walaupun begitu, operasi ini awalnya ditujukan kepada pasangan dari nomor urut tiga, Ganjar-Mahfud, namun PDIP juga mengalami tekanan serupa di lapangan.***