id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengingatkan serta meminta agar seluruh para pendukung pasangan capres-cawapres dari nomor urut 2 dan Raka untuk tidak alergi dengan kalimat aamiin ya rabbal alamin.

Karena, hal itu adalah bagian dari doa, sehingga tidak perlu menggantinya menjadi qobul.

Pasalnya, Anis Matta menilai yang mendoakan pasangan Prabowo-Gibran agar bisa memenangi Pilpres 2024, justru lebih banyak dibandingkan pasangan calon (paslon) lainnya.

“Jadi kalau ada yang mendoakan beliau () untuk menang dalam Pilpres, apalagi sampai menang satu putaran. Kita juga bilang aamin ya robbal alamin (kabulkan ya Tuhan, kabulkanlah), tidak perlu mengubahnya menjadi qobul,” Anis Matta dalam Dialog Keumatan di Ronatama Graha & Convention Hall, Depok, Jawa Barat, Minggu sore (28/1/2024).

Oleh karena itu, menurut Anis Matta, tidak perlu bermain-main dengan hal-hal seperti itu, apalagi mempermainkan ayat dan agama untuk kepentingan politik elektoral dalam pemilihan.

“Kita milih pasangan Prabowo-Gibran itu dengan yakin, dan tidak bermain-main dalam hal hal seperti itu. Insya Allah kita teguh dengan pilihan kita, yakin bahwa pilihan kita yang tepat. Dan mudah-mudahan, karena tepat akan dimenangkan oleh Allah SWT,” Anis Matta.

Lebih jelas lagi, Prabowo, Anis Matta, akan memberdayakan umat, dari orang yang tidak berdaya menjadi berdaya. Dari orang tidak berpengetahuan menjadi berpengetahuan, serta mengubah orang lemah menjadi kuat.

“Itulah yang menjadi cita-cita Partai Gelora, dan kenapa kita mendukung Pak Prabowo. Karena kita ingin mengubah Indonesia menjadi pemimpin dunia, menjadikan Indonesia sebagai negara superpower baru,” kata Anis Matta.

Akan tetapi, hal itu akan terwujud apabila situasi Indonesia dalam keadaan stabil, dan tidak ada pembelahan di masyarakat.

Karena Kelompok kanan dan nasionalis, menurutnya, harus disatukan seperti yang telah dilakukan oleh Menteri Pertahanan dan Presiden (Jokowi) pada 2019 lalu.

“Hal ini sudah terbukti. Kita berhasil melalui Covid-19 dan krisis yang lalu, dimana ekonomi Indonesia relatif stabil dengan menyatukan dua orang yang berseteru menjadi sekutu yang kuat,” kata Anis Matta.

“Ini yang dilihat sebagai persatuan dalam menghadapi krisis besar. Bersatu pun sebenarnya, belum tentu bisa menghadapi krisis, apalagi tidak bersatu. Karena itu, saya tidak bisa membayangkan, apabila kita sebagai bangsa masih terbelah, sementara ancaman disintegrasi bangsa dan krisis di depan mata,” sambungnya.***