Oleh : Muh. Fitriady
(ARCHY Research & Strategy / Ph.D Candidate Of Political Science Of Universiti Kebangsaan Malaysia 2024)
Tuturan id – Kasus keterlibatan 16 pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam praktik judi online yang terjadi baru-baru ini bukan hanya mengungkapkan lemahnya pengawasan internal kementerian tersebut, tetapi juga membuka mata publik terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dalam sektor yang sangat penting ini.
Komdigi, yang seharusnya menjadi pelindung dunia digital dan pengatur kebijakan terkait keamanan siber, kini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa sejumlah oknum di dalamnya malah diduga menerima suap untuk membiarkan situs judi online tetap beroperasi. Ini menjadi ironi besar mengingat pentingnya lembaga ini dalam menjaga agar ruang digital Indonesia tetap aman dari ancaman konten ilegal.
Sebagai lembaga yang bertugas menanggulangi kejahatan digital, Komdigi harus mampu menanggulangi ancaman besar seperti judi online yang merugikan banyak pihak. Fakta yang mencuat di lapangan menunjukkan bahwa perjudian online di Indonesia berkembang pesat.
Berdasarkan temuan terkini, setidaknya terdapat sekitar 15 juta pelanggan aktif yang terlibat dalam situs judi online yang tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa situs judi online bahkan diketahui dikelola oleh warga Indonesia, yang semakin memperburuk citra negara di kancah internasional dalam hal pemberantasan kejahatan digital.
Menteri Komdigi (ex Kominfo) Era Prabowo Meutya Hafid, yang saat ini memimpin Komdigi, menunjukkan sikap tegas dalam menanggapi kasus ini dengan memberikan penjelasan terbuka kepada DPR mengenai situasi penggeledahan yang “mencekam” di kementeriannya.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa ia menyadari betul betapa pentingnya transparansi dalam menangani kasus besar ini. Sikapnya yang terbuka menjadi langkah awal yang patut diapresiasi.
Namun, meskipun langkah ini mencerminkan niat baik, langkah-langkah reformasi yang lebih mendalam dan berkelanjutan tetap diperlukan untuk membenahi Komdigi secara struktural dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Namun, dampak dari skandal ini tidak hanya berhenti pada kementerian saja. Bagi pemerintahan Prabowo-Gibran, kasus ini bisa menjadi ujian besar dalam hal komitmen untuk memberantas praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam sektor yang sangat vital ini.
Sebagai pemerintahan yang baru menjabat, Prabowo-Gibran harus menunjukkan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk membawa perubahan positif dalam pengelolaan institusi publik, terutama di sektor digital yang sangat berperan dalam ekonomi masa depan.
Keberhasilan mereka dalam menangani kasus ini dengan serius akan menjadi tolak ukur sejauh mana pemerintahan ini mampu menjaga kepercayaan publik terhadap integritas lembaga negara.
Salah satu hal yang paling mencolok dari kasus ini adalah perlunya pembaruan dan penguatan sistem pengawasan di dalam Komdigi. Saat ini, pengawasan internal kementerian tersebut jelas belum cukup memadai, terbukti dengan kasus suap yang berhasil melibatkan sejumlah pegawai.
Untuk mencegah hal serupa terjadi lagi, pemerintah perlu memperkenalkan sistem yang lebih canggih dan efektif untuk mendeteksi potensi pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan.
Penggunaan teknologi yang lebih canggih dalam memonitor aktivitas pegawai dan sistem audit yang lebih transparan bisa menjadi langkah penting dalam mencegah oknum-oknum tidak bertanggung jawab merusak citra lembaga.
Data yang ada juga menunjukkan bahwa judi online menjadi ancaman nyata bagi perekonomian dan ketertiban sosial. Selain merugikan dari segi hukum, judi online juga memberi dampak sosial yang serius, seperti meningkatnya angka kriminalitas dan ketergantungan pada perjudian.
Judi online beroperasi dengan sangat cepat dan terkadang sulit terdeteksi oleh sistem pemblokiran yang ada. Ini menjadi tantangan besar bagi Komdigi yang harus bertindak cepat dan efektif untuk menanggulangi ancaman ini.
Di sisi lain, ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai nilai USD 146 miliar pada tahun 2025, menjadikan sektor ini sebagai salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, untuk meraih potensi tersebut, Indonesia perlu memiliki sistem yang aman dan terpercaya, di mana masalah seperti judi online dan situs ilegal lainnya tidak mengganggu ekosistem digital yang sehat. Jika pemerintah gagal mengatasi masalah ini dengan serius, maka kepercayaan investor, pelaku usaha, dan masyarakat terhadap sektor digital Indonesia bisa berkurang, yang pada akhirnya akan merugikan perkembangan ekonomi digital itu sendiri.
Melihat dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh judi online, sudah saatnya bagi pemerintah untuk melakukan reformasi yang lebih menyeluruh dalam pengelolaan dan pengawasan sektor digital.
Pembentukan unit pengawasan khusus yang bertugas mengawasi aktivitas internal kementerian, serta penerapan audit berkala yang lebih ketat, bisa menjadi langkah konkret untuk mengurangi potensi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu, pemerintah juga perlu berfokus pada pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya judi online dan pentingnya menjaga ruang digital yang aman dan sehat.
Skandal judi online di Komdigi seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk lebih serius dalam memperbaiki tata kelola lembaga-lembaga negara, terutama yang terlibat dalam sektor digital.
Dengan langkah-langkah tegas dan reformasi yang efektif, Komdigi bisa kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat dan memainkan perannya dengan baik sebagai pelindung dunia maya Indonesia.
Pemerintahan Prabowo-Gibran pun harus membuktikan bahwa mereka mampu menjadikan lembaga negara sebagai agen perubahan positif, bukan sebagai bagian dari masalah yang merusak integritas dan kepercayaan publik.***