Oleh Saharudin Ahaba (ketua LMND Kota )

Tuturan id – Untuk dapat memahami bagaimna pancasila sebagai solusi kesejahteraan masyarakat penting untuk kita sedikit mengulas sejarah perjalanan pancasila yang tidak terlepas dari pemikiran para pendiri bangsa yang memiliki cita cita kebangsaan yang besar yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur yang tentu harus memiliki dasar yang di mana di atas dasar itulah kita letakan cita cita dan segala usaha bangsa Indonesia untuk terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan Makmur.

Dasar utulah yang kemudian kita kenal sebagai PANCASILA. Pancasila tidaklah terlepas dari pidato Soekarno didepan angota sidang (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan dasar atau falsafah negara Indonesia merdeka yang kemudian di sebut dengan Pancasila yang berisikan lima sila yakni; sila kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusian, mufakat atau demokrasi, kesejahtraan sosial dan ketuhanan.

Dalam pidatonya dia berhasil meyakinkan anggota Dokuritzu Zyumbi Tyoosakai (BPUPKI) untuk Menerima Pancasila sebagai dasar Negara, yang segera di sisipkan dalam Pembukaan UUD 1945. Pidato 1 Juni kemudian di jadikan sebagai hari lahirnya Pancasila.

Namun pada perjalalnya di masa Orde Baru, melakukan manipulasi sejarah yang bertujuan untuk menghapus peranan dan pemikiran Sukarno dalam perjuangan bangsanya.

Orde baru melalui ideolognya, Nugroho Notosusanto, menyusun sejarah manipulatif yang menghilangkan peran Sukarno sebagai penggali Pancasila. Menurutnya Mohammad Yamin adalah orang pertama yang mempidatokan lima dasar Pancasila dan Sukarno hanyalah memberi nama “Pancasila”. Ia juga menyebut rumusan Pancasila yang otentik adalah yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945.

Selain memanipulasi sejarah penemu Pancasila, Orde Baru juga melarang peringatan Hari Lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni sejak tahun 1970 dan menjadikan tanggal 1 Oktober, yang identik dengan keberhasilan Suharto menumpas G.30 S/PKI, sebagai hari Kesaktian Pancasila. Hari lahirnya Pancasila baru dirayakan kembali tahun 2010 dan dinyatakan hari Libur Nasional oleh Presiden Joko Widodo sejak 2017.

Tidak hanya sampai di situ, di masa ordebaru menjadi fase awal penghianatan terhadap nilai-nilai pancasila, kendati Pancasila masi diakui sebagai dasar negara namun dalam prakteknya banyak menyimpang.

Dan menjadikan Pancasila sekedar menjadi alat untuk stabilitas” hingga tameng kekuasaan Orde Baru. Di zaman itu, siapapun yang mengeritik kebijakan dicap “anti-Pancasila”.

Di zaman Orba, Pancasila dijadikan doktrin kaku yang disakralkan. Diajarkan secara dotriner melalui Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (disingkat P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa bagi semua aparatus negara dan pelajar/mahasiswa (dari SD hingga perguruan tinggi). Akibatnya, Pancasila kehilangan keunggulannya sebagai pengetahuan dan nilai filosofis yang hidup di dalamnya.

Ditamba lagi kebijakan orde baru yang menghianati nilai-nilai Pancasila, mulai dari praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, pembungkaman demokrasi, pelanggaran HAM, pembangunan yang timpang, dan pengelolaan ekonomi yang hanya memakmurkan segelintir orang.

Dimasa pasca Orde Baru tumbang, lahir reformis, walaupun Pancasila tetap diakui sebagai Dasar Negara, tetapi perilaku dan kebijakan penyelenggara negara kini tetap saja jauh dari pancasila dan juga UUD 1945. Pancasila diera reformasi dihadapkan pada paham Neoliberalisme yang semakin massif di laksanakan oleh rezim , sehingga nilai-nilai pancasila menjadi absen dalam kehidupan masyarakat.

Begitu banyak kebijakan negara yang menghianati semnagat dan nilai nilai Pancasila serta UUD 1945. bisa kita rasakan hari ini. Mulai dari regulasi, kebijakan politik bahkan ekonomi yang condong pada neoliberalisme. PERPU Cipta Kerja menjadi salasatu contoh kebijakan yang memunggungi Pancasila.

Semngat penghapusan hambatan terhadap masuknya perusahaan asing memberikan peluang penguasaan sumberdaya oleh sekelompok orang yang di mana negara hanya mendapatkan pajak dari hasil eksploitasi sumber daya . Data yang di sampaikan oleh beberapa Lembaga seperti Oxfam, Credit Suisse, dan TNP2K, bahwa 1 persen orang terkaya menguasai hampir separuh kekayaan dan sumber daya nasional.

Sementara 10 persen terkaya menguasai 75,3 persen kekayaan nasional,” sementara di sisi lain 99 persen masyarakat kita berebut potongan kecil dari bolu ekonomi.

Bukan hanya itu, prifatisasi serta komersialisasi kesehatan juga menjadi bukti nyata bahwa falsafa, nilai-nilai pancasilah juga pasal pasal yang tertuang pada UUD 1945 sangatlah jauh dijamin oleh negara di tinggalkan oleh negara ini. kesehatan yang seharusnya menjadi hal paling fundamental berbanding terbalik dengan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan kesehatan.

Kebijakan pemerintah menyerahkan urusan kesehatan pada pihak ketiga (BPJS) Sebagai asuransi yang kemudian membentuk klaster-klaster pelayanan dan kemudian dibedakan dalam klas 1 2 dan 3 yang ditakar dari jumlah iuran pembayaran.

Yang semestinya kesehatan adalah hak seluruh masyarakat Indonesia dan tidak dapat di bedakan dari kepemilikan ekonomi.
pendidikan juga tidaklah lepas dari kebijakan prifatisasi dan komersialisasi yang akhirnya memberikan peluang kepada Lembaga-lembaga pendidikan seperti kampus dapat semenah-menah menentukan pembiyayaanya sendri tanpa ada intervensi dari pemerintah hingga komersialisasi pendidikan pun tidak dapat terelakan.

Kampus negeri menjadi lebih mahal dn sulit di akses ketimbang kampus kampus suasta. Lagi-lagi ekonomi menjadi takaran utama untuk dapat mengakses pendidikan tinggi atau tidak.
Banyak fakta objektif lain yang dapat kita buktikan namun tidak semunya dapat saya ulas satu persatu di kesempatan ini.

Di situasi daerah Sulawesi tengah tentunya ikut merasakan dampak dari kebijak -kebijakan pemerintah nasional, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sulawesi Tengah (Sulteng) mencatat sebanyak 4.509 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat putus sekolah berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Disdikbud Sulteng per awal Mei 2023. Menurunya Adapun yang menjadi salahsatu faktor yakni faktor ekonomi.

Menurut dia, di bahwah pada tahun 2022 pada tingkat SMA dan sederajat masih ada iuran atau pembayaran yang harus dibayarkan ke sekolah. Apa solusinya ???

Dalam situasi ini pemerintah daerah provinsi Sulawesi tengah harus mengambil langkah untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, mensubsidi pendidikan dan juga kesehatan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa benar Meningkatkan pendapatan daerah dan subsidi tidalah mudah, namun ini dapat dilakukan jika pemerintah mau mengambil langkah yang berani dalam menginterfensi seluruh disulawesi tengah tanpa terkecuali baik pertambangan, migas, perkebunan dan lain sebagainya.

Kebijakan ini dapat diawali dengan Mendorong keterlibatan Perusahaan Milik Daerah (PRUSDA) dalam berbagai pengolahan sumberdaya di sektor-sektor potensial sperti pada sektor pertambangan di antaranya bijih besi, minyak, gas, nikel, emas, dan logam.

Selain itu juga pada sektor perikanan dan kelautan, , perkebunan dan peternakan yang dapat dikembangkan oleh perusahaan daerah dengan mitranya, untuk kemajuan ekonomi daerah dan masyarakat memberikan sarat kepada seluruh investor yang ingin beroprasi disulawesi tengah untuk memberikan persen (tergantung kesepakatan) yang nanti akan ditentukan batas minimumnya.

Tidak sampai di situ mekanisme pengawasan, pembentukan regulasi daerah (pergub) dan duduk Bersama seluruh stakeholder akan sangat mendukung terlaksannya kebijakan ini hasil dari itu dapat di guanakan oleh pemerintah daerah untuk sedikit memberikan keringanan kepada masyarakat baik dalam bantuan pendidikan dan juga kesehatan. Selaras dengan Pancasila dan UUD 1945.****