Tuturan id – Sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres) 2024, hingga kini terus disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada proses persidangan, kedua kubu yang melaporkan meminta pilpres di ulang dan mendiskualifikasi calon wakil presiden (cawapres) dari 02, Gibran .

Hal itu dilakukan karena, menurut Kuasa hukum -Mahfud, Todung M Lubis, menyebut pemungutan suara ulang (PSU) tidak akan mengganggu agenda ketatanegaraan.

Sebab hal itu sebut Todung, telah direncanakan dua putaran.

“Waktu kita merencanakan pemilu dan pilpres kita kan merencanakan dua putaran, jadi tidak ada yang terganggu,” kata Todung di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).

Selain itu, Todung juga mengatakan bila penyelenggaraan Pemilu 2024 sejak awal dipersiapkan untuk dua putaran. Maka, menurutnya, meski digelar PSU, pelantikan presiden terpilih tetap dapat digelar pada Oktober 2024.

“Kalau dibikin dua putaran atau pun putar suara ulang, kita tetap bisa akan melantik pada bulan Oktober,” ucapnya.

“Jadi menurut saya ini alasan yang dicari-cari, alasan yang mengada-ada saya menolak alasan itu,” imbuh dia.

Sebelumnya diberitakan bila tim kuasa hukum presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran, , meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh isi sengketa pilpres yang diajukan pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Hal ini guna mewanti-want adanya krisis ketatanegaraan yang terjadi jika gugatan itu dikabulkan MK.

Mulanya, Otto bicara wewenang MK dalam mengadili . Dia mengatakan gugatan yang diajukan pasangan AMIN tidak tepat untuk seluruhnya diadili oleh MK.

“Tidak tepat bila pemohon membawa seluruh persoalan yang berkaitan dengan pelanggaran dalam proses pemilu yang menjadi kewenangan dari badan-badan lain kepada Mahkamah Konstitusi ini yang kewenangannya terbatas pada hasil pemilu yang mempengaruhi keterpilihan presiden dan wakil presiden guna diperiksa dan diadili di Mahkamah Konsitusi hanya dalam waktu 14 hari,” kata Otto di MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3).

Dengan demikian, Otto menyebutkan bila MK memiliki waktu 14 hari dalam mengadili . Di satu sisi pengisian jabatan publik di Indonesia juga telah memiliki jadwal yang tetap.

Sehingga menurut Otto, jika tidak kunjung usai, maka hal itu akan mempengaruhi pengisian jabatan strategis di Indonesia. Otto mengatakan jika hal itu terjadi bisa menimbulkan krisis ketatanegaraan secara nasional.***