Tuturan id – Party Switching menjadi lazim di negara demokrasi multi partai, seperti halnya Indonesia, arus ‘keluar masuk’ partai menjadi kelaziman tersendiri.
Fenomena ini merupakan suatu hal yang wajar, terlebih menjelang Pemilu 2024. Kecenderungan umumnya, orang akan mencari habitat politik yang bisa membuat dirinya nyaman dan tersalurkan kepentingan politik bahkan ideloginya.
Tentu fenomena kader pindah dari satu partai ke partai lain merupakan konsekuensi logis yang harus diterima, seperti halnya partai Nasdem terkait pilihan politiknya pasca pencapresan Anies Baswedan.
Terbaru misalnya, Walikota Makassar Danny Pomanto menyatakan mundur dari partai Nasdem beserta Anak dan juga Istrinya, dengan alasan politis karena berbeda pilihan dengan Nasdem di Pilpres 2024 yang mngusung Anies Baswedan.
“Bisa jadi alasannya karena itu, tapi saya kira bukan itu satu satunya alasan saya mundur, sebut Danny Pomanto, Senin (3/6/23) dikutip dari Viva.co.id.
Padahal Danny adalah salah satu Kepala Daerah terbaik yang dimiliki indonesia saat ini, yang sukses mengubah Makassar dengan berbagai inovasi, energi terbarukan, hingga pelayanan birokrasi.
Fenomena pencapresan Anies tentu merupakan salah satu titik, pengubah situasi politik bagi para kader. Jika gelombang eksodus membesar, hal ini menjadi peluang melimpah bagi para partai-partai nasionalis yang tidak mendukung Anies, misalnya Gerindra, PDIP, Golkar dan juga Perindo yang punya misi kuat lolos ke Parliamentary Threshold.
Kehilangan figur seperti walikota Makassar menjelang pemilu sudah menjadi hal lumrah bagi Nasdem. Berkaca pada pemilu 2019 lalu, Nasdem dikenal agresif berburu tokoh–tokoh politik, misalnya ada yang keluar, tentu ada dibawa masuk. ****