Kesimpulan
Contoh-contoh di atas menggambarkan bagaimana politik agama bisa mempengaruhi hasil dan dinamika pilkada di Indonesia. Ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik:
- Mobilisasi Agama sebagai Alat Kampanye:
Dalam beberapa kasus, kandidat atau kelompok politik menggunakan agama untuk memobilisasi massa, baik melalui pesan moral maupun kampanye negatif. - Polarisasi dan Fragmentasi Sosial:
Politisasi agama cenderung menyebabkan polarisasi di masyarakat, seperti terlihat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Ini bisa merusak kohesi sosial dan menciptakan ketegangan jangka panjang. - Diskriminasi terhadap Minoritas:
Dalam beberapa kasus, seperti di Sumatera Utara, politisasi agama dapat mengarah pada diskriminasi terhadap kandidat dari kalangan minoritas, sehingga mengancam prinsip keadilan dalam demokrasi. - Kebutuhan Regulasi dan Pendidikan Politik:
Untuk mengurangi dampak negatif politik agama, regulasi yang lebih ketat diperlukan, seperti pengawasan terhadap kampanye yang mengandung ujaran kebencian atau politisasi SARA. Selain itu, pendidikan politik yang mendorong pemilih untuk fokus pada program kerja dan kompetensi kandidat sangat penting.
Dengan manajemen yang baik, agama sebenarnya dapat berfungsi sebagai inspirasi moral dalam politik. Namun, bila terlalu dipolitisasi, seperti dalam beberapa kasus di atas, agama dapat merusak tatanan demokrasi dan memecah belah masyarakat.*** (Ariyanto Ardiansyah)