Oleh: Muh. Fitriady |

(ARCHY Research & / Ph.D Candidate of Political Science of Universiti Kebangsaan )

Tuturan id, Bangi, – Pernyataan Bahlil Lahadalia tentang keinginan untuk mendapatkan delapan kursi menteri dalam kabinet Prabowo-Gibran mencerminkan dinamika politik yang sering kali berputar di sekitar kesepakatan dan bargain antarpartai. 

Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis lebih dalam mengenai implikasi dari pernyataan tersebut dan bagaimana hal ini dapat memengaruhi kabinet baru.

Bahlil menegaskan bahwa jumlah kursi menteri yang lebih banyak akan memberikan kesempatan bagi Golkar untuk berkontribusi secara maksimal dalam . Namun, hal ini juga menunjukkan adanya potensi untuk mengedepankan politik patronase, di mana penunjukan menteri lebih didasarkan pada loyalitas politik ketimbang kemampuan atau pengalaman. 

Ini menciptakan risiko bahwa kabinet akan diisi oleh individu yang lebih fokus pada kepentingan partai daripada kepentingan publik.

Pernyataan Bahlil juga mencakup referensi kepada ketua MPR yang diberikan kepada “sahabat,” menambah dimensi lain dalam pembagian kekuasaan. Ini menandakan bahwa pengisian posisi penting dalam kabinet tidak hanya tentang meritokrasi, tetapi juga tentang hubungan personal dan kekuasaan yang mendasari. 

Hal ini bisa mengakibatkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat jika mereka merasa bahwa tidak transparan dan tidak berorientasi pada pelayanan publik.

Keberadaan menteri yang diangkat berdasarkan loyalitas politik dapat berpotensi merusak legitimasi kabinet Prabowo-Gibran. Jika masyarakat melihat bahwa kursi menteri diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten atau yang lebih mementingkan agenda pribadi, maka kepercayaan publik terhadap bisa berkurang. 

Ini menjadi perhatian serius mengingat konteks pemilihan kepala daerah yang akan datang, di mana legitimasi sangat bergantung pada kinerja dan kepuasan rakyat.

Oleh karena itu, untuk menjaga integritas kabinet dan memenuhi harapan masyarakat, penting bagi Prabowo dan Gibran untuk memastikan bahwa pengisian kursi menteri didasarkan pada kualifikasi dan kompetensi. Dalam situasi di mana masyarakat semakin kritis, harus berkomitmen untuk mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap keputusan yang diambil. Jika tidak, dampaknya bisa merugikan baik bagi citra Golkar maupun bagi kabinet secara keseluruhan.

Bahlil dapat menjadi agen jika bersedia untuk mendorong politik yang lebih berorientasi pada pelayanan publik dan bukan sekadar pembagian kekuasaan. Kita semua berharap agar kabinet ini dapat membawa harapan baru bagi rakyat, bukan hanya menjadi alat bagi kepentingan politik elite. ***