Tuturan id – Publik dihebohkan dengan yang menyatakan jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat Rp. 70,5 Triliun atas dugaan perbuatan melawan hukum karena menerima pendaftaran capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran .

Mendengar laporan yang dilayangkan ke KPU, Ketua KPU Hasyim Asy'ari langsung buka suara. Ia mengatakan akan menghadiri sidangnya jika dipanggil.

“Kalau nanti sudah ada panggilan kita hadiri sidangnya,” kata Hasyim kepada wartawan di halaman kantor KPU, Senin (30/10/).

Ia menuturkan, hingga saat ini KPU belum menerima bahan gugatan tersebut. Ia mengatakan, akan memenuhi panggilan jika sudah ada panggilan resmi.

“Ya nanti kalau sudah ada panggilan dari pengadilan, ada bahan gugatannya, kita pelajari, sekarang kan belum tahu,” tuturnya.

“Nanti kan ada panggilan resminya, panggilan . Gugatannya apa. Kita belum tau,” tambahnya.

Sebelumnya, Seorang dosen bernama Brian Demas Wicaksono menggugat KPU atas dugaan perbuatan melawan hukum karena menerima pendaftaran capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran . Gugatan itu dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Kebetulan saya sebagai penggugat terhadap KPU, saya sebagai penggugat, latar belakang saya sebagai dosen, akademisi, saya melihat bahwa ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh ketua KPU. Harusnya ketua KPU itu melakukan rapat dengar pendapat dengan DPR dahulu untuk melakukan PKPU,” kata Brian Demas kepada wartawan di PN Jakpus, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (30/10).

Demas mengatakan KPU seharusnya melakukan PKPU sesuai keputusan MK terkait syarat batas usia capres-cawapres. Menurutnya, perubahan PKPU itu tidak dilakukan oleh KPU namun tetap menerima pendaftaran capres-cawapres Prabowo dan Gibran.

“Tapi ini tidak dilakukan oleh ketua KPU, malah kemudian menerima pendaftaran tanpa merubah PKPU terlebih dahulu. Maka dari itu pendaftaran yang dilakukan oleh calon wakil presiden Gibran itu tidak memiliki dasar hukum atau legal standing yang tepat karena tidak sesuai dengan apa yang sudah diatur dalam PKPU bahwa syaratnya hanya 40 tahun tidak ada redaksional lain sesuai dengan keputusan MK,” kata Demas.***(Nov)