Tuturan Id – Jelang pesta perhelatan demokrasi pemilihan umum (Pemilu) 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terus berupaya melakukan pencegahan dan penindakan terjadinya politik uang pada pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.
Penyataan itu disampaikan Anggota Bawaslu Lolly saat membuka kegiatan Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis Politik Uang di Bandung, Jawa Barat, Minggu (13/8/2023).
“Kenapa Bawaslu harus bikin soal indeks kerawanan pemilu dengan isu spesifik soal politik uang (itu) karena memang Bawaslu bertugas untuk mencegah terjadinya politik uang,” ungkap Lolly Suhenty dikutip dari laman resmi Bawaslu, Senin (14/8/2023).
“Dengan modus operandi yang semakin beragam, kita memerlukan fleksibilitas adaptasi secara cepat dan strategi yang tepat dalam membuat proyeksi maupun deteksi dini dalam upaya untuk pencegahan,” sambungnya.
Upaya pencegahan politik uang dalam Pemilu dan Pilkada seauai seperti apa yang tercantum dalam Pasal 93 huruf e UU Pemli nomor 7 tahun 2017.
“Politik uang ini salah satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan pemilu,” seru dia.
Lolly mengatakan, politik uang ini amat berbahaya karena bukan mengenai kontestasi menang atau kalah, melainkan menghancurkan mental (akhlak) warga negara dan menghancurkan mental aktor–aktor negara (pemimpin).
“Karena politik uang ini mengancam, berbahaya, dan menjadi kejahatan maka bahaya politik uang harus tersampaikan kepada masyarakat. Semua harus bergabung karena bahaya politik uang hanya bisa ditangani kalau kita kerja bersama-sama,” terangnya.
Lolly menjelaskan, ada politik uang sebelum masa kampanye, ada pula sebelum hari pemungutan suara, ada pula ada politik uang yang dilakukan secara digital. “Termasuk juga kegiatan sosial yang diwarnai politik luar dan program pemerintah,” ucapnya.
Berkaca pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, menurut dia, modus politik uang terbagi dalam beberapa bentuk, yakni memberikan langsung; memberikan barang; dan memberikan janji.
“Modus memberi langsung itu salah satunya berupa pembagian uang, voucher atau uang digital dengan imbalan memilih (kepada salah satu peserta pemilu),” jelasnya.
Dia pun menyebutkan pelaku yang biasa melakukan politik uang mulai dari kandidat, tim sukses/kampanye, aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara ad hoc, dan simpatisan atau pendukung (peserta pemilu).
“Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya dimana?” ujarnya.****