Tuturan id – Aliansi ekonomi BRICS yang terdiri dari Brazil, , India, China dan Afrika Selatan, secara resmi telah memutuskan untuk berhenti menggunakan dolar AS dalam penyelesaian perdagangan. Keputusan BRICS ini ditegaskan oleh Presiden Brasil Luiz Inácio Lula de Silva pada pertemuan puncak BRICS di Johanesburg, Afrika Selatan Kamis (24/8/2023) yang dihadiri 50 negara undangan.

Kini, Negara-negara yang tergabung dengan blok ekonomi BRICS akan bertambah menjadi sebelas negara, yang bergabung dimulai pada 1 Januari 2024 mendatang. Keenam negara yang bergabung diantaranya Republik , Republik Arab , Republik Demokratik Federal Ethiopia, Republik Islam Iran, Kerajaan Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Bergabungnya ke-enam negara ini akan mempengaruhi lanskap geopolitik. Bagaimana tidak, negara tersebut merupakan enam dari sembilan negara penghasil minyak terbesar di dunia. Komposisi baru BRICS akan menguasai 80% produksi minyak dunia dengan tambahan Arab Saudi, UEA, dan Iran. Hal yang sama berlaku untuk peningkatan tajam PDB aliansi, anggota BRICS yang baru bergabung menyumbang 30% PDB dunia dan melebihi 30 triliun dolar.

Rincian PDB anggota BRICS

Brasil: $2,08 triliun

: $2,06 triliun

India: $3,74 triliun

China: $19,37 triliun

Afrika Selatan: $399 miliar

: $641 miliar

: $387 miliar

Etiopia: $156 miliar

Iran: $367 miliar

Arab Saudi: $1,06 triliun

UEA: $499 miliar

Total: $30,76 triliun

BRICS yang diprakarsai oleh merupakan Aliansi negara-negara yang menyediakan platform bagi anggotanya untuk menantang tatanan dunia yang didominasi oleh Serikat (AS) dan sekutu Baratnya. Aliansi ini mencakup lebih dari 40% populasi dunia atau 3,2 juta penduduk dan seperempat dari ekonomi global, serta seluruhnya merupakan bagian dari 20 (G20) ekonomi utama dunia, seperti dilansir Reuters.

Kerjasama yang dibangun mencakup kerja sama ekonomi dan peningkatan perdagangan dan pembangunan multilateral. Selain itu BRICS menawarkan alternatif pinjaman pendanaan selain IMF dan Bank Dunia, dengan mendirikan Bank Pembangunan Baru (NDB), yang dibuat pada tahun 2015 dengan investasi US$30 miliar untuk proyek pembangunan infrastruktur di negara-negara anggota dan negara berkembang lainnya. (bee) ***