id – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) perkuat ketahanan pangan lewat Program Rumpon Massal, termasuk Gerakan Budidaya .

Selain memperkuat ketahanan pangan, dua kebijakan itu diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi kemiskinan dan inflasi.

Hal tersebut disampaikan Penjabat Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin, melalui keterangan tertulisnya, dikutip .id, Minggu (1/10/2023).

Menurut Bahtiar, apabila di seluruh wilayah kepulauan Sulsel bisa dibuat rumpon hingga ratusan ribu unit, maka rumpon-rumpon akan menjadi “seatbealt” mengelilingi pulau di Sulsel, ujarnya.

Mulai dari pantai timur Sulsel di Teluk Bone dan pantai barat Sulsel di Selat Makassar, dipastikan berbagai jenis ikan laut akan melimpah, sambungnya.

“Jika ini dilakukan, Sulsel akan dengan mudah mendapatkan ikan jika memancing ke laut. Laut adalah milik bersama sehingga seluruh secara adil mendapat kesempatan sama untuk meningkatkan kesejahteraan dan menikmati hasil lautnya,” ujarnya.

Bahtiar menuturkan, pihaknya menargetkan 500 ribu unit rumpon terbangun di perairan Selat Makassar dan Teluk Bone. Satu tahun ke depan, ditargetkan terpasang minimal 100 ribu unit rumpon.

“Dengan program tersebut, Sulsel akan menjadi produsen ikan laut terbesar mengalahkan Thailand,” kata Bahtiar.

Dia mengatakan pihak swasta, perbankan dan bisa diarahkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan rumpon secara massal.

Sebagai gambaran, rumpon laut dalam seharga Rp35 jutaan dan rumpon laut dangkal Rp10 jutaan per unit, sebutnya.

“Rumpon atau rumah ikan akan menumbuhkan plankton secara alamiah. Jika ada plankton yang banyak, maka akan berkembang ikan-ikan kecil. Jika ikan-ikan kecil banyak, maka otomatis ikan-ikan besar akan datang dalam jumlah banyak,” ucap Bahtiar.

Gerakan Budidaya dan Pengembangan Rumpon Secara Massal, menjadi dua solusi sederhana dan cepat untuk meningkatkan daya beli , mengatasi kemiskinan, mengendalikan inflasi, memperkuat ketahanan pangan, dan mewujudkan kedaulatan pangan, bebernya.

“Pengembangan budidaya seluas 500 ribu hektar. Jika per hektar minimal 2.000 ribu pohon, maka akan ada satu miliar pohon di Sulsel,” ungkapnya.

Jika di Sulsel berhasil dikembangkan budidaya pisang hingga 500 ribu hektar, kata Bahtiar, maka Sulsel bisa mengalahkan Davao, Philipina, yang hanya memiliki 450 ribu hektar tanaman pisang, terangnya.

“Sulsel bahkan punya potensi dua juta hektare lahan tidak produktif yang bisa ditanami. Satu tahun ke depan, hingga 2024 mendatang, minimal kita budidaya pisang di 100 ribu hektar lahan,” pungkasnya.**(Sw)