Tuturan id – Polemik tentang syarat batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diubah lewat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan 90) kembali digugat ke MK.
Penggugat mengaku sebagai mahasiswa, bernama Saiful Salim, meminta agar pasangan Prabowo-Gibran didiskualifikasi dari Pilpres 2024.
Adapun Gugatan yang diregistrasi sebagai perkara 159/PUU-XXI/2023 ini disidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, Selasa (19/12/2023).
Selain itu, Saiful menyebut, hak konstitusionalnya dirugikan karena hak pilihnya dihadapkan pada salah satu pasangan capres-cawapres yang “lahir dari proses kecacatan hukum”.
Maka kecacatan yang ia maksud adalah, Putusan 90 lahir melibatkan pelanggaran etika berat eks Ketua MK Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo, sebagaimana diputus Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada 7 Oktober silam.
Putusan 90 itu mengubah syarat usia minimum capres-cawapres yang membuat putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka (36), bisa menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto berbekal status Wali Kota Solo meski belum memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Tanpa Anwar Usman, maka menurut Saiful, putusan MK akan berubah.
Tak hanya itu, Saiful juga menyinggung alasan berbeda (concurring opinion) hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, semestinya hanya kepala daerah setingkat gubernur yang berhak maju pilpres sebelum 40 tahun.
“Apabila pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak terjadi maka amarnya akan berbeda dari amar yang sekarang berlaku,” kata Saiful dalam gugatannya.
Ia menilai, Mahkamah harus bertanggung jawab secara etika dan moral terhadap bangsa dan negara atas kericuhan yang timbul akibat Putusan 90.
“Oleh karena itu, pemohon meminta agar Mahkamah mengembalikan proses pemilu atau mengembalikan keadaan daftar capres-cawapres yang telah mendaftar di KPU kepada keadaan semula sebelum Prabowo-Gibran mendaftar,” kata dia.
“Sehingga daftar capres dan cawapres yang terdaftar adalah Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud,” lanjut Saiful.
Saiful menyampaikan dua jenis petitum.
Dalam petitum provisi (putusan sela), Saiful meminta agar hakim konstitusi Anwar Usman dinyatakan tidak berwenang untuk ikut memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini.
Ia juga meminta supaya putusan ini diteken dalam 14 hari dan putusannya berlaku untuk Pemilu 2024.
Dalam pokok permohonan, Saiful meminta Pasal 169 huruf UU Pemilu yang telah diubah Putusan 90 bertentangan dengan UUD 1945, dan hanya kepala yang pernah/sedang jadi gubernur hasil pilkada yang bisa maju sebagai capres/cawapres sebelum berusia 40 tahun.
Sebelumnya juga beredar informasi tentang adanya permohonan sejenis ini juga pernah disampaikan oleh mahasiswa Universitas NU Indonesia (Unusia), dengan argumentasi sejenis.
Akan tetapi, Mahkamah menolak gugatan tersebut dengan dalih kepastian hukum atas Putusan 90 yang sudah diputus sebelumnya dan memengaruhi proses pemilu.***