Tuturan id – ARCHI Research and Strategy bersama PT. Doortodoor Strategy Indonesia (DSI), berupaya untuk terus menghadirkan pengetahuan dengan pendekatan ilmiah khususnya menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 mendatang.
Berbagai survei-survei opini publik diselenggarakan untuk lebih jauh memahami kebutuhan pemilih dan harapan-harapn mereka di pemilu 2024 yang sebentar lagi diselenggarakan.
“Ada banyak harapan dan kebutuhan, dan ini semua bisa menjadi jalan masuk bagi para pencari suara untuk mengalihkan pilihan voters.” kata Hillman Wirawan, S.Psi., MM., MA (IO Psych) selaku Peneliti dan Senior Researcher ARCHI.
Lebih lanjut Hillman mengatakan, pemilih Indonesia memiliki harapan untuk mendapatkan pemimpin yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Selain itu, karakter unggul seperti kejujuran, integritas, dan moralitas tinggi menjadi kriteria utama. Ditambah lagi para pemimpin tersebut harus tegas terhadap korupsi dan mampu memberlakukan hukum secara adil.
“Pemilih menginginkan keputusan pemimpin yang berdampak baik terutama dalam sektor yang menjadi hajat hidup orang banyak, seperti sosial, Pendidikan, dan ekonomi. Pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja juga masih menjadi kebutuhan mendesak pada beberapa wilayah di Indonesia.” papar Hillman
Teori Pilihan Rasional atau Rational Choice Theory (RCT) dari Anthony Downs (Downs, A. 1957. An Economic Theory of Democracy. New York: HarperCollins) menjelaskan bahwa pemilih bertindak secara rasional untuk memaksimalkan kepentingan pribadi atau kelompok mereka (Downs, 1957).
Dalam teori ini, pemilih dianggap sebagai individu yang menggunakan fungsi-fungsi berpikirnya dalam mempertimbangkan pilihan yang paling menguntungkan bagi dirinya atau kelompoknya ketika memilih figur pemimpin.
Pemilih adalah “aktor rasional” dan mampu melakukan evaluasi seiring informasi yang tersedia dan menghitung manfaat serta dampak dari pilihan yang mereka ambil di tempat pemungutan suara. Pertimbangan logis inilah yang seharusnya menjadi perhitungan elit politik dalam merancang strategi politiknya.
Namun kata Hillman, perlu dipahami bahwa pertimbangan pemilih atau voters sering kali melihat manfaat langsung atau jangka pendek dari pilihan yang diambil.
“Sebagai contoh mereka bisa saja memilih sejumlah manfaat moneter dari keputusan yang diambil meskipun terselubung efek buruk dari keputusan tersebut di masa yang akan datang.
Idealnya, pemilih menginginkan pemimpin dan wakil rakyat yang mengedepankan kemaslahatan mereka, jujur, adil, dan berpihak pada kepentingan umum dan tidak bertindak untuk kepentingan pribadi atau golongan terbatas.” jelasnya.
Sayangnya, ini menjadi sulit ketika para pemilih berfokus pada evaluasi pemenuhan kebutuhan jangka pendek yang segera dapat ditawarkan “pemburu” suara.
Meski secara rasional ini tetap merupakan pertimbangan rasional, tetapi di balik pilihan rasional tersebut tersimpan konsekuensi jangka panjang. Bisa saja demokrasi hanya menghasilkan kekuasaan tanpa diiringi pemenuhan pemimpin yang berkualitas di tanah air.***