Oleh :

(ARCHY Research & – Ph.D Candidate Of Political Science Of Universiti Kebangsaan Malaysia 2024)

Tuturan id, Bangi, Malaysia – Menarik untuk mencermati kalimat demi  kalimat pidato perdana Subianto pada presiden 20 Oktober 2024, pidato tersebut mencerminkan harapan besar sekaligus berat yang akan dihadapi pemerintahannya nanti. 

Dalam pidato tersebut, Prabowo menekankan pentingnya persatuan dan tanggung jawab bersama untuk membangun Indonesia yang lebih kuat dan sejahtera. Salah satu pernyataan yang disampaikan adalah, “Kita harus melupakan perbedaan, bersatu sebagai satu bangsa, dan bekerja untuk kemakmuran bersama,” yang menggambarkan semangat nasionalisme dan persatuan yang ia usung. 

Namun, jika ditinjau secara lebih kritis, terdapat beberapa poin yang memerlukan perhatian lebih mendalam, baik dari segi gaya komunikasi maupun substansi yang disampaikan.

Dari sisi gaya dan retorika, Prabowo berhasil mengadopsi pendekatan populis dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan retorika emosional. Hal ini penting dalam membangun kedekatan dengan audiens yang beragam, tetapi gaya ini juga menyiratkan keterbatasan dalam memberikan jawaban konkret terhadap masalah-masalah krusial. 

Retorika persatuan yang diulang-ulang, meski penting, tampaknya kurang disertai dengan strategi yang lebih jelas mengenai bagaimana langkah-langkah ini akan dilaksanakan secara praktis. Ini membuka ruang bagi kritik terkait dengan ketidakjelasan langkah eksekutif yang konkrit di balik pesan yang disampaikan dengan nada yang berapi-api.

Selain itu, dalam menyentuh persoalan ketidakadilan sosial, kemiskinan, dan korupsi, Prabowo lebih banyak menyampaikan narasi normatif dibanding solusi terperinci. Meski ia menjanjikan tindakan tegas, seperti dalam ucapannya, “Kita akan memerangi korupsi dengan seluruh kekuatan yang ada,” pengalamannya di masa lalu dalam kabinet dan partai politik membuat publik cenderung skeptis. 

Ada ketakutan bahwa janji-janji tersebut akan terjebak dalam retorika belaka, tanpa tindak lanjut nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat bawah. Mengingat berbagai kritik terhadap pemerintah sebelumnya, pidato ini seharusnya lebih menekankan rencana aksi spesifik yang dapat mengubah keadaan, khususnya di bidang pemberantasan korupsi yang menjadi isu krusial bagi kredibilitas pemerintahan.

Dari perspektif data, Prabowo juga tidak banyak memberikan statistik atau informasi faktual terkait kemajuan atau kendala yang dihadapi negara selama ini. Sebagai pemimpin yang baru , penyajian data terkait capaian pemerintah sebelumnya serta target yang ingin dicapai dalam beberapa tahun ke depan akan memberikan gambaran lebih konkret bagi publik. 

Minimnya data ini justru memperkuat pandangan bahwa pidato tersebut lebih bersifat aspiratif dan simbolis daripada memberikan fondasi yang solid bagi strategi kebijakan.

Harapan publik terhadap pemerintahan Prabowo sangat tinggi, namun janji-janji yang disampaikan dalam pidato ini harus diimbangi dengan langkah-langkah konkret dan terukur. 

Prabowo perlu segera membuktikan bahwa pemerintahannya mampu mengatasi masalah mendasar seperti korupsi, yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dari ekonomi hingga kepercayaan publik. 

Terlebih lagi, menjaga kepercayaan politik di tengah polarisasi politik yang masih terasa menjadi besar bagi pemerintahan yang baru.

Dengan mempertimbangkan berbagai yang ada, pemerintahan Prabowo harus bergerak cepat dari retorika ke implementasi kebijakan yang jelas. Pengawasan publik dan akan menjadi faktor penting dalam memastikan bahwa pidato ini tidak hanya menjadi janji manis di awal masa jabatan, tetapi benar-benar menjadi fondasi untuk perubahan nyata di Indonesia.

Secara keseluruhan, meskipun pidato perdana Prabowo Subianto memberikan pesan harapan dan optimisme, hal tersebut belum cukup menjawab kebutuhan publik akan arah kebijakan yang jelas dan terukur. Keberhasilannya akan sangat tergantung pada seberapa cepat dan tepat pemerintahannya dalam menjawab besar yang dihadapi bangsa.

(ditulis di Bangi, Malaysia pada tanggal 20 Oktober 2024)