Oleh : Hilman Wirawan

, Proses pemilihan pemimpin merupakan hal yang sudah biasa terjadi dalam negara yang menganut sistem . Pemilih akan menentukan preferensi mereka dari sejumlah calon yang telah ditetapkan untuk dipilih. Hal yang mungkin luput dari pandangan para ahli ketika membahas ini adalah proses psikologis yang terjadi dalam menentukan pilihan.

Salah satu kajian dalam bidang ilmu yakni mengenai kepemimpinan dan proses Psikologis yang terjadi dalam kepemimpinan.

Dalam bidang ini, interaksi antara pemimpin dan pengikut menjadi sorotan penting terutama mengenai hal yang menjadikan satu pihak lebih dipersepsi sebagai pemimpin di banding pihak lainnya.

Identitas atau dalam kajian teori Sosial disebut group identity, merupakan konsep mengenai identitas individu yang dipengaruhi oleh identitas in-group dan out-group yang melekat pada dirinya.

Identitas ini terkadang merupakan hal yang tidak bisa kita pilih, seperti suku dan ras. Namun, ada banyak identitas yang dapat berubah dan merupakan pilihan kita seperti politik.

Tidak ada yang salah dengan memiliki identitas tertentu karena sebagai manusia sosial, identitas melekat pada diri kita. Sayangnya, bias in-group ini terjadi dan berubah sebagai satu-satunya informasi yang digunakan menentukan pilihan.

Hal ini tentunya tidak sehat secara politik dan kepemimpinan karena akan memunculkan pemimpin yang kuat secara dukungan tertentu namun bisa saja tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam membawa perubahan, mengatasi masalah, dan membuat kebijakan yang berpihak pada banyak orang.

Memang sulit memisahkan identitas dari kecenderungan memilih. Diperlukan proses berpikir jernih dan kecerdasan pemilih dalam menentukan pilihan. Namun, dari sudut pandang , seseorang cenderung memberikan preferensi pada sosok yang sesama in-group karena keyakinan akan keuntungan dan keamanan.

Mereka membangun keyakinana bahwa dengan memilih pemimpin yang sesama in-group mendatangkan keuntungan karena dominasi kelompok akan semakin tegas. Keamanan juga akan semakin terasa mengingat pemimpin yang dipilih dapat melindungi mereka dari pengaruh out-group.

Ini tentunya bukan hal yang sehat secara politik dan kepemimpinan di Indonesia. Orang-orang yang terdidik dibantu oleh pemerintah harus memberikan Pendidikan politik yang tepat agar bias in-group ini bisa diminimalisir dan mendorong pemilihan pemimpin yang lebih kritis.