Oleh : Muh. Fitriady
(ARCHY Research & Strategy / Ph.D Candidate Of Political Sciences Of Universiti Kebangsaan Malaysia 2024)
Tuturan id, Makassar – Di musim Pemilihan Kepala Daerah (pilkada), selain membludaknya spanduk dan baliho dimana-mana, ada lagi “pemain” yang selalu muncul mencuri perhatian. Beberapa oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan momen pilkada untuk meraih keuntungan materi walaupun tidak semua muncul dengan tujuan itu.
Mereka adalah sosok yang tiba-tiba muncul sebagai “ahli spiritual”, mendadak jadi bintang lapangan politik menempel pada salah satu kandidat, sebut saja mereka anggota Lembaga “Dukun” Politik Nasional (LDPN), terkesan lebih keren kan… Tanpa riset, tanpa survei, mereka dengan yakin bisa meramalkan kemenangan calon. Metodenya? Cukup dengan “perasaan sakti” atau kontak langsung dengan “alam astral.” Apa nggak ajaib?
Para anggota LDPN ini sebenarnya adalah tipe yang simpel. Sumber data mereka? Gerak angin di malam hari, gugusan bintang di langit, dan tentu saja, secangkir kopi hitam pekat.
Ketika ditanya metodologi, mereka akan menjawab penuh wibawa, “Ini sudah saya ramalkan dalam meditasi malam,” atau “Saya sudah bertanya pada makhluk gaib, mereka semua mendukung calon ini.” Sungguh praktis dan hemat biaya, karena tak perlu riset lapangan, tak perlu survei pemilih, apalagi statistik cukuplah percaya pada “perasaan” yang katanya sudah terlatih.
Lucunya, setiap musim Pilkada, ramalan para anggota LDPN ini tetap laku keras. Bak penawaran diskon akhir tahun, dukun politik bermunculan dan ramai menawarkan jasa “prediksi kemenangan.”
Beberapa calon yang mencari “keberuntungan ekstra” biasanya siap rogoh kocek, bahkan ada yang sampai ikut melakukan “ritual penyambutan aura positif,” mulai dari bakar dupa sampai mandi bunga di malam Jumat. Demi apa? Demi angka kemenangan yang konon sudah “diramalkan” oleh anggota LDPN.
Fenomena ini tentu membawa hiburan tersendiri. Si calon yang diramal “pasti menang” mendadak makin pede, penuh senyum di setiap kampanye. Tapi sayangnya, tak ada jaminan juga kalau sang ”tiba-tiba dukun” selalu benar.
Ketika hasil Pilkada keluar dan ternyata tidak sesuai dengan ramalan, si dukun biasanya punya jawaban khas, “Mungkin semesta sedang menguji.” Atau lebih klasik lagi, “Ya, hasilnya bisa berubah, tergantung restu alam.” oknum tersebut memang jago ngeles, respon kemenangan tak terwujud? Karena “Alam kurang mendukung.” Kalah di Pilkada? “Pasti ada energi negatif dari lawan.”
Menariknya, para anggota LDPN ini tidak hanya menawarkan prediksi. Paket lengkap LDPN juga mencakup “saran spiritual” untuk meningkatkan aura kemenangan, dari perhitungan arah mata angin saat kampanye, sampai warna pakaian yang konon bisa mengundang dukungan. Memang ada banyak caranya jika tujuan utama adalah ‘’cuan”, eh, kesuksesan politik.
Di tengah humor ini, yang harus jadi dasar bahwa politik sebaiknya dipandu oleh data, riset, dan analisis yang jelas, tentunya dibarengi kerja keras dan doa oleh para kandidat serta tim sukses, bukan oleh aura atau prediksi tanpa dasar dari oknum yang tidak bertanggung jawab.
Ramalan LDPN boleh jadi hiburan di tengah panasnya Pilkada, tapi demokrasi yang sehat tetap membutuhkan pemikiran kritis, bukan sekadar “sentuhan ajaib.”
Meski ramalan dari LDPN bisa mengundang tawa, biarlah masa depan politik kita tak digantungkan pada dupa dan mangkuk kopi, karena urusan bangsa butuh lebih dari sekadar ‘’sakti mandraguna”.****