Tuturan id – Soal isu pemakzulan Presiden Jokowi jelang pemilu 2024 menuai sorotan banyak pihak.
Banyak pihak yang turut ikut buka suara soal ide pemakzulan presiden Jokowi jelang pemilu 2024.
Salah satu pihak yang ikut menyoroti ide tersebut yakni, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.
Jimly ikut menyoroti gerakan pemakzulan yang akhir-akhir ini muncul di media sosial.
Untuk itu, Jimly menilai hal ini sebagai pengalihan perhatian karena ada yang takut kalah.
Pernyataan itu pun disampaikan Jimly dalam akun X resminya, @JimlyAs, seperti dikutip Minggu (14/1/2024). Jimly mengaku bingung dengan ide pemakzulan Jokowi yang muncul jelang Pemilu.
“Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah,” tulis Jimly. Untuk diperhatikan, Jimly telah mengizinkan cuitannya dikutip.
Karena menurut nya, waktu satu bulan tidak cukup untuk mengumpulkan sikap resmi DPR dan MPR. Maka dari itu, Jimly meminta agar seluruh pihak fokus saja dalam mensukseskan Pemilu 2024.
“1 bulan ini, mana mungkin dicapai sikap resmi 2/3 anggota DPR dan dapat dukungan 2/3 anggota MPR setelah dari MK. Mari fokus saja sukseskan pemilu,” kata Jimly.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menerima kedatangan 22 tokoh dari Petisi 100 di kantornya.
Mereka datang untuk mengusulkan ide pemakzulan Presiden Jokowi dari pemilu.
“Mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi,” kata Mahfud Md saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2024).
Selain itu, Mahfud mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan hal tersebut.
“Itu silakan saja kalau ada yang melakukan itu. Tetapi berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) untuk memakzulkan presiden itu ya syaratnya lima. Satu, presiden terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau kejahatan berat, misalnya membunuh atau apa dan sebagainya,” kata Mahfud di Surabaya, Rabu (10/1/2024).
“Lalu yang keempat melanggar ideologi negara. Nah yang kelima, melanggar kepantasan, melanggar etika gitu,” lanjutnya.
Selanjutnya, Mahfud MD mengatakan tidak mudah untuk melakukan pemakzulan terhadap presiden. Sebab, kata dia, harus melalui proses yang panjang.
“Nah ini semua tidak mudah, karena dia harus disampaikan ke DPR. DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach, impeach itu namanya pendakwaan, itu harus dilakukan minimal sepertiga anggota DPR dari 575, sepertiga berapa. Dari sepertiga ini harus dua pertiga hadir dalam sidang. Dari dua pertiga yang hadir harus dua pertiga setuju untuk pemakzulan,” ucap Mahfud.
Tak hanya itu, Mahfud MD juga menyampaikan apabila proses di DPR itu telah selesai barulah putusannya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk disidangkan. Menurut Mahfud, prosesnya akan memakan waktu yang lama.
“Kalau DPR setuju nanti dikirim ke MK. Apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden sudah melanggar, nanti di MK sidang lagi, lama,” ujarnya.
Sementara, kata Mahfud MD, yang meminta agar Jokowi dimakzulkan ingin prosesnya selesai sebelum pemilu. Menurutnya, tidak akan selesai sebelum pemilu.
Tanggapan Istana
Sebelumnya, Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana, turut angkat bicara terkait pemakzulan Jokowi.
“Terkait pemakzulan Presiden, mekanismenya sudah diatur dalam konstitusi. Koridornya juga jelas, harus melibatkan lembaga-lembaga negara (DPR, MK, MPR), dengan syarat-syarat yang ketat. Di luar itu adalah tindakan inkonstitusional,” ujar Ari kepada wartawan, Jumat (12/1/2024).
Karena baginya, menyampaikan pendapat, kritik, dan mimpi politik adalah hal yang sah-sah saja di negara demokrasi. Ari kemudian menyinggung sejumlah pihak yang menggunakan narasi pemakzulan presiden di tahun politik.
“Saat ini kita tengah memasuki tahun politik, pasti ada saja pihak-pihak yang mengambil kesempatan gunakan narasi pemakzulan Presiden untuk kepentingan politik elektoral,” jelas Ari.
Lantas Ari bicara soal tuduhan kecurangan pemilu. Menurutnya, tuduhan itu harus bisa diuji.
“Klaim itu juga harus diuji dan dibuktikan dalam mekanisme yang sudah diatur dalam UU. Berdasarkan UU, Bawaslu dibentuk untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif pemilu serta pelanggaran pidana pemilu berdasarkan tingkatan sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ari.
“Jadi, apabila terjadi pelanggaran pemilu, laporkan saja ke Bawaslu,” lanjutnya.***