Oleh : Muh. Fitriady |

( Research & Strategy – Ph.D Candidate Of Political Science Of Universiti Kebangsaan Malaysia 2024)

– Kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, atau lebih dikenal dengan Paman Birin, kembali mengundang perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) beberapa oknum terlibat di bulan Oktober (8/10). Paman Birin diduga terlibat dalam suap proyek infrastruktur dengan total nilai sekitar Rp 12 miliar. 

Namun, hingga saat ini, Paman Birin masih buron pasca OTT, setelah sejumlah pihak yang diduga terlibat langsung ditangkap, sementara dirinya berhasil kabur. Hal ini menambah daftar panjang tokoh politik yang lolos dari jeratan hukum, memperburuk persepsi publik terhadap kemampuan penegak hukum dalam menangani kasus besar ini. 

Keberadaan Paman Birin yang masih bebas, sementara banyak pihak lain yang terlibat dalam kasus serupa dijebloskan ke penjara, semakin memperlihatkan tantangan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Kasus ini memunculkan berbagai pertanyaan terkait dengan keseriusan Pemerintah dalam pemberantasan korupsi, khususnya di era pemerintahan .

Pemberantasan korupsi yang telah menjadi salah satu janji dalam Pemilihan Presiden lalu, kini diuji melalui pengungkapan kasus ini. Proyek yang melibatkan Paman Birin, yang juga menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Selatan, memicu kekhawatiran bahwa tokoh dengan koneksi politik dan bisnis yang kuat seperti dirinya bisa saja lepas dari jerat hukum. 

Seperti yang terjadi pada Harun Masiku, mantan caleg PDIP yang hingga kini masih buron, banyak pihak yang mempertanyakan apakah KPK benar-benar bisa bekerja dengan tegas.

Kasus Paman Birin ini juga menunjukkan pentingnya reformasi birokrasi dan transparansi dalam pemerintahan yang telah menjadi fokus utama selama

Janji untuk memberantas korupsi secara serius menjadi langkah yang sangat diperlukan untuk menjaga pemerintahan. Namun, dengan keberadaan aktor politik yang memiliki kekuatan bisnis dan yang luas, seperti yang terjadi dalam kasus ini, mengarah pada pertanyaan mendalam: apakah komitmen pemberantasan korupsi ini akan benar-benar dapat dilaksanakan?

Pengaruh besar yang dimiliki oleh Paman Birin, baik dari sisi politik maupun bisnis, memperbesar kemungkinan adanya intervensi yang bisa saja menghambat proses hukum yang sedang berlangsung. 

Tentu ini menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat yang berharap agar kasus ini tidak berakhir dengan jalan buntu seperti kasus Harun Masiku. Peran KPK dalam memastikan transparansi dan keadilan dalam kasus ini menjadi sangat penting.

Jika KPK berhasil menuntaskan kasus ini dengan transparansi, maka itu akan menjadi bukti nyata bahwa dan kabinetnya benar-benar berkomitmen pada pemberantasan korupsi. 

Sebaliknya, jika kasus ini diperlambat atau tidak ada kejelasan hukum, maka itu akan menjadi pukulan telak bagi upaya pemerintah untuk membangun pemerintahan yang bersih dan terpercaya. Dalam kondisi seperti ini, publik harus tetap kritis dan tidak terbuai dengan janji-janji politik yang belum terbukti.

Dengan kasus ini, pemberantasan korupsi di Indonesia kembali menghadapi tantangan berat. Ini adalah ujian besar bagi pemerintahan yang berjanji untuk menegakkan keadilan dan memperbaiki citra negara. 

Sebagai masyarakat, kita harus terus mengawasi setiap langkah yang diambil dalam penuntasan kasus ini dan memastikan bahwa tidak ada satu pun orang yang kebal terhadap hukum.***