Oleh : |

Ph.D / Doctor Candidate Of Political Science Of Universiti Kebangsaan Malaysia 2024

, Bangi –  Kegiatan yang dilakukan oleh menteri-menteri di Akademi (Akmil) Tidar Magelang di bawah komando presiden Subianto menarik perhatian publik dan menciptakan berbagai persepsi. 

Sebagai mantan jenderal, Prabowo sepertinya membawa latar belakang yang kuat ke dalam gaya pemerintahannya, dan kegiatan ini merupakan manifestasi dari visi tersebut. Dengan mengedepankan pendekatan , Prabowo tampaknya berupaya menciptakan “infanteri” yang siap membantu pemerintahannya dalam menghadapi berbagai . Namun, apakah pendekatan ini benar-benar efektif untuk konteks pemerintahan sipil yang kompleks?

Pertama-tama, kegiatan di Akmil memberikan kesempatan berharga bagi menteri untuk meningkatkan kapasitas mereka. Dalam dunia pemerintahan yang dinamis, pemahaman yang mendalam tentang dan strategi sangat penting. Pelatihan yang diberikan di Akmil bisa membantu menteri mengasah keterampilan praktis yang diperlukan. 

Namun, satu kegiatan di Akmil saja mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mendasar ini. Upaya berkelanjutan dan komprehensif sangat diperlukan agar para menteri benar-benar siap menjalankan tugas mereka.

Selanjutnya, penguatan solidaritas antar menteri menjadi hal yang krusial. Dalam kabinet, rasa kebersamaan berpengaruh besar pada efektivitas kerja sama. Dengan berinteraksi dalam suasana yang mendukung, menteri-menteri diharapkan dapat membangun ikatan yang solid. 

Namun, hal ini harus diimbangi dengan transparansi dan akuntabilitas. Terlalu sering, acara seremonial menghasilkan euforia sesaat tanpa dampak nyata di lapangan. Rasa solidaritas yang dibangun harus mampu diterjemahkan ke dalam tindakan nyata yang menguntungkan masyarakat.

Di sisi lain, pemahaman tugas menjadi kunci keberhasilan kabinet. Kegiatan di Akmil memberi menteri kesempatan untuk memahami tanggung jawab mereka secara lebih mendalam. Namun, penting untuk diingat bahwa pemahaman ini tidak hanya datang dari pelatihan di satu lokasi. 

Keterlibatan menteri dalam berbagai sektor dan interaksi langsung dengan masyarakat juga sangat penting. Publik ingin melihat menteri tidak hanya berada di balik meja, tetapi juga terjun langsung untuk memahami permasalahan yang ada.

Lebih jauh, kegiatan ini harus menjadi bagian dari program pengembangan yang lebih luas. Ini bukan sekadar acara seremonial yang diakhiri dengan foto bersama. Pelatihan di Akmil perlu diikuti dengan program berkelanjutan yang mencakup berbagai aspek pemerintahan dan kepemimpinan. Keterampilan dalam melanjutkan perintah atasan, pengambilan keputusan, komunikasi, dan pengelolaan krisis harus terus diasah agar para menteri dapat menjadi pemimpin yang efektif. 

Kembali ke ciri khas Prabowo, pendekatan ini mencerminkan keinginannya untuk membangun struktur yang solid dalam kabinet. Namun, kita perlu mempertanyakan: apakah cara ini mendorong kreativitas dan yang diperlukan dalam pemerintahan sipil? Atau justru akan mengekang inisiatif individu? Publik ingin melihat bahwa tindakan menteri-menteri tidak hanya untuk membangun citra, tetapi juga untuk mencapai hasil konkret bagi masyarakat.

Kegiatan menteri di Akmil Tidar menawarkan potensi yang signifikan untuk meningkatkan kapasitas, solidaritas, dan pemahaman tugas para menteri baru. Namun, langkah ini harus diiringi dengan upaya berkelanjutan dan komprehensif agar dampaknya tidak hanya terasa sesaat. Publik menanti tindakan nyata yang mencerminkan hasil dari kegiatan tersebut.***