Tuturan id, Jakarta – Disebut ingin menjadi wali kota yang dipilih langsung oleh rakyat, politikus Partai Demokrat Taufiqurrahman menggugat undang-undang nomor 2 tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ).
Hal itu ditandai dengan permohonan yang diajukan oleh Ketua DPC Partai Demokrat Jakarta Pusat itu terkait pengujian materi pasal 1 ayat (9),
Menurutnya, pasal-pasal tersebut menghalangi dirinya untuk menjadi Wali Kota Jakarta Pusat.
“Kami ingin di Provinsi DKJ, Daerah Khusus Jakarta, itu sama dengan provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia, yang wali kotanya atau bupatinya itu dipilih langsung oleh rakyat,” kata Taufiqurrahman dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Panel MK, Jakarta, dikutip antara, Selasa.
Di dalam berkas permohonannya, Taufiqurrahman menyebut keberlakuan pasal-pasal digugat menimbulkan diskriminasi karena menutup kesempatannya untuk dapat berpartisipasi dalam pemerintahan daerah tingkat kota sebagai calon wali kota.
Menurut dia, ketentuan pasal-pasal yang dipersoalkan melanggar hak konstitusional dirinya, sebagaimana dilindungi oleh UUD NRI Tahun 1945.
Karena Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota Indonesia, dia menginginkan daerah otonom di Jakarta sampai ke tingkat kabupaten/kota.
Dengan demikian, dia berharap wali kota atau bupati yang memimpin kota/kabupaten di Jakarta tidak lagi diangkat dan diberhentikan oleh gubernur, tetapi dipilih oleh rakyat.
“Kalau selama ini otonomi Jakarta itu hanya sampai di tingkat provinsi, kami mau itu sampai di tingkat kota Yang Mulia,” tutur Taufiqurrahman di hadapan Mahkamah.
Dalam petitumnya, dia meminta MK menyatakan bahwa Pasal 1 ayat (9), Pasal 6 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) huruf a UU DKJ bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 28D ayat (1) dan (3) UUD NRI Tahun 1945.
Selain itu, Taufiqurrahman juga meminta kepada MK agar memerintahkan DPR RI bersama Pemerintah untuk membentuk undang-undang tentang kota/kabupaten otonom di Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Sidang perdana dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat. Pemohon diberi nasihat dan waktu untuk memperbaiki permohonannya maksimal hingga 5 Agustus 2024.***